Senin, Juli 14, 2008

Menuju Piramida Bawah

Sadar atau tidak, produk ataupun jasa yang banyak dipasarkan saat ini cenderung berpindah piramida. Jika sebelumnya membidik segmen pasar di piramida atas, maka pada hari ini secara perlahan menuruni anak tangga ke piramida di bawahnya.

Kartu kredit yang dulunya disasarkan ke kalangan eksekutif, saat ini tidak terjadi lagi. Tidak sedikit karyawan berpenghasilan rata-rata, juga bisa menikmati lezatnya berutang di kartu kredit.

Hal yang sama juga terjadi di produk lain. Sebut saja Laptop, Telepon Selular, AC, Salon, Swalayan, Kartu ATM, Sepeda Motor, hingga Mobil. Arus informasi yang makin deras dari berbagai saluran (radio, TV, internet, SMS, dll) menjadikan segmen pasar atas, menengah, dan bawah sudah semakin tipis perbedaannya. Semua segmen merasa dirinya “penting” dan ingin hidup “lebih sempurna”.

Rasanya tidak aman keluar rumah tanpa ATM di dompet. Seperti ada yang hilang saat ke kantor tanpa ponsel di tangan. Layaknya anak ayam kehilangan induk jika seharian tidak ada SMS masuk. Begitulah seterusnya, tuntutan menjadi orang “penting dan sempurna” mewarnai putaran waktu masyarakat kita saat ini.

Dahsyatnya arus menjadi orang ”penting dan sempurna” sayang sekali tidak sedahsyat arus penghasilan. Wajarlah kemudian, jika purchasing power (kemampuan beli) konsumen makin kecil. Belum lagi faktor eksternal yang mempengaruhinya seperti kenaikan BBM hingga 33% yang kemudian menjadikan gap yang makin lebar antara tuntutan kebutuhan dan purchasing power.

Potret pasar seperti ini mendorong lahirnya produk anyar dengan membidik piramida bawah yang mengusung sisi fungsinya saja. Lalu hadirlah Laptop bercirikan yang penting bisa dijinjing, ponsel yang penting bisa menelepon dan kirim-terima SMS, motor yang penting roda dua dan bisa diatur kecepatannnya.

Masuknya produsen ke piramida bawah sesungguhnya bagai silet bermata dua: peluang dan tantangan saling berkejaran. Peluangnya, produk mudah dipenetrasikan dengan sangat cepat karena didorong harga wajar yang berhasil menutupi gap. Tantangannya, loyalitas konsumen sangat rentan sehingga perlu dipikirkan program lanjutan yang dapat menciptakan repeat order bagi konsumen.

Agar roda bisnis tetap berputar, terjadinya gap antara tuntutan kebutuhan dan purchasing power sepatutnya menjadi indikator. Selagi masih di tengah jalan, sisa enam bulan ke depan di semester II ini masih bolehlah dievaluasi. Salah satu pilihannya adalah menurunkan target pasar ke piramida yang lebih rendah!***