Minggu, Februari 01, 2009

Telusuri Context yang Low Cost

Matahari terbit dan tenggelam harusnya bukan sesuatu yang luar biasa. Setiap hari ia menampakkan dirinya di ufuk timur dan membenamkan peraduannya di ufuk barat. Namun sesuatu yang ”biasa” itu menjadi ”luar biasa” jika terbumbuhi kejadian-kejadian lain di sekitarnya.

Lihat saja ketika Gerhana Matahari Cincin 26 Januari lalu. Di beberapa wilayah di Indonesia, matahari di sore hari itu terlihat seperti cincin. Pukul 15:21 WIB, sebagian piringan matahari tertutup bulan. Secara perlahan matahari membentuk sabit hingga seluruh bulatan bulan masuk dalam piringan matahari. Piringan matahari masih tampak sebagian di sisi luarnya tampak seperti cincin. Sekitar 6 menit lamanya, gerhana matahari cincin ini dapat dilihat pada pukul 16.40 WIB.

Sepekan sebelum kejadian itu, saya melakukan perjalanan ”berburu matahari terbit” di Gunung Bromo, Jawa Timur. Menurut cerita kawan-kawan yang pernah ke sana, pemandangannya sangat cantik. Untuk menghilangkan rasa penasaran itu, saya meninggalkan hotel di Malang pukul 00:00 WIB dini hari. Tiba di Bromo pukul 03.00 WIB, padahal jadwal matahari terbit masih 2 jam lagi.

Selain saya, masih ada seratusan wisatawan lokal dan mancanegara yang lain berbaur menunggu hadirnya sang surya dari balik gunung. Puluhan kamera siap jepret menanti momen istimewa itu.

Gerhana matahari cincin dan berburu matahari terbit adalah dua contoh menarik. Keduanya tidak pernah selesai dibahas bahkan tiap orang mempunyai pengalaman berbeda untuk kejadian yang sama.

Kedua kejadian itu mengingatkan kita pada kasus-kasus pemasaran yang menunjukkan bahwa Context-lah yang membuat sesuatu itu menjadi lebih menarik. Hard Rock, Starbuck, KFC, handphone, hingga hotel sesungguhnya lebih banyak menjual Context daripada Content. Hotel misalnya, selain menawarkan kesempatan menginap (content) ia juga menawarkan suasana nyaman. Context-nya diramu se-menarik mungkin, mulai sambutan hangat di pintu masuk, welcome drink di meja reception, sapaan Cleaning Service di depan lift, hingga bersihnya lantai kamar.

Lazimnya, Context lebih sulit ditiru dibanding Content. Karena pengalaman membutuhkan sentuhan ”context”, maka menginap di hotel dengan tarif selangit tidak lagi jadi masalah.

Begitupula dengan gerhana matahari cincin dan berburu matahari di Bromo. Biaya mahal dan harus begadang sekalipun, akhirnya tidak menjadi beban karena kejadian itu dibungkus dengan context yang jelas. Untuk itu, kita perlu sesekali menelusuri keajaiban ”Context” dalam krisis finansial seperti sekarang. Selain punya nilai jual, Context juga low cost - high impact.***

Saran SMS: 0815 2400 4567 atau Blog: http://hilmineng.blogspot.com/

Dimuat di Harian Kendari Pos (Jawa Pos Group), 3 Februari 2009