Malaysia harusnya dikenal lebih agamis dibanding Indonesia. Meski dikenal agamis, Malaysia tahu bahwa ada celah pasar yang berkarakter khusus, yang justru jauh dari sifat agamis. Pencinta dunia hiburan dan perjudian, salah satu segmen pasar yang ingin dimasukinya. Sadar dengan segmen potensial penghasil ringgit besar ini, pihak pemerintah kemudian meng-kavling Genting Highland, sebagai tempat hiburan yang mengakomodir kepentingan seperti itu.
Pertengahan bulan ini, saya menyempatkan diri berkeliling kawasan Genting di Malaysia. Di sana, aneka permainan tersaji untuk memperkuat positioning kota itu sebagai The City of Entertainment. Juga terdapat ribuan manusia tumpah ruah meramaikan lantai kasino dengan berbagai jenis taruhan: mulai kartu remi, koin, tebakan, dan lainnya.
Kota bisnis berpusat di Kuala Lumpur sementara kota hiburan berpusat di Genting. Pengunjunglah yang menentukan pilihan mau mengarahkan langkah ke mana, sisa mengikuti jejak karakter dan keinginan masing-masing.
Konsumen sesungguhnya sangat heterogen. Banyak warna dan keinginan berkecamuk di benak konsumen setiap harinya. Konsumen juga dijejali ribuan informasi mulai bangun tidur hingga tidur kembali melalui beragam kanal, mulai iklan TV, iklan radio, bentangan spanduk, hingga papan billboard.
Dalam kondisi seperti itu, konsumen seakan sebagai supermarket informasi di mana segala hal dapat ditemukannya setiap hari. Meski sebenarnya, konsumen selalu mencari produk-produk yang berkarakter khusus, karena tersadar bahwa kualitas yang lebih baik hanya dapat ditemukan pada produk yang berkarakter.
Sekilas kita melihat, dagangan-dagangan yang digelar based on character terus bertumbuh, seperti karakter kopi (Sturbuck, Kopi Kita, Kopi Daeng Sija, dll), karakter salon (Rudy Hadisuwarno, Nattaya, dll), karakter buku (Gramedia, Kalam Hidup, dll), karakter ayam goreng siap saji (KFC, McD, dll), dan banyak lagi .
Pada kondisi tertentu, konsumen memang akan memilih produk berkarakter. Ketika ingin keindahan pantai, mereka ke Kuta. Ketika ingin keindahan bawah laut, mereka ke Bunaken. Ketika ingin taruhan, mereka ke Genting. Begitulah seterusnya.
Karakter membuat produk yang dipasarakan berbeda dengan yang lain. Sebagaimana manusia, tiap orang punya sifat berbeda-beda. Namun manusia yang punya karakter khususlah yang kemudian melejit dikenal sebagai ahli masak, ahli pijat, ahli renang, ahli montir, ahli dakwah, dan lainnya. Setetes tapi berkarakter jauh lebih baik daripada segelas tapi tak berwarna.***
Saran SMS: 0815 2400 4567 atau Blog: http://hilmineng.blogspot.com
Minggu, Agustus 23, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)