Setelah pemerintah mengumumkan 34 partai politik (parpol) yang akan bertarung di pemilu tahun depan, kesibukan parpol makin terlihat dari hulu ke hilir. Senada dengan itu, para tokoh yang mencalonkan diri sebagai calon presiden juga melakukan hal yang sama: melibatkan istri, anak, cucu, tetangga, hingga konsultan.
Milyaran rupiah pun disiapkan untuk mensosialisasikan “brand“-nya ke tengah-tengah masyarakat. Bergulir pulalah berbagai upaya untuk membangun Personal Branding (pencitraan diri) yang baik.
Prabowo Subianto, Megawati Soekarno Putri, Soetrisno Bachir, dan sederet lagi tokoh nasional lainnya belakangan ini cukup giat mengemas personal branding mereka melalui pesan-pesan moral di berbagai media.
Ibarat sebuah produk, promosi besar-besaran dilakukan sebelum launching digelar. Sebagai contoh, sebelum sebuah deterjen baru diperkenalkan, terlebih dahulu dilakukan pencitraan: mulai kemasan, harga, kualitas, hingga dampak lingkungannya. Merek deterjen yang diperkenalkan ke pasar bukan lagi sebuah merek semata tetapi menjadi lebih luas sebagai deterjen eksklusif, deterjen berkualitas, atau deterjen ramah lingkungan.
Begitu pulalah pentas politik. Agar mudah dikenal pasar yang menjadi sasaran target, maka dibutuhkan upaya pencitraan diri sejak dini. Maka sebuah nama tidak lagi sekadar sebuah “brand“ tetapi kemudian makin bergeser ke brand awareness, brand assosiation, hingga ke quality perception.
Seorang Prabowo Subianto misalnya, kini bukan lagi sekadar nama sebagai anak dari Begawan Ekonomi Indonesia Sumitro Djojohadikusumo. Dalam pentas politik per hari ini, brand itu kini (mungkin) menjadi makin luas karena dampak pencitraan yang dibangun melalui personal branding sebagai sosok peduli kemakmuran, pejuang masyarakat tani, dan calon pemimpin.
Hal yang sama juga terus dilakukan oleh “brand-brand” lain yang ingin maju ke pentas yang sama. Spanduk, baliho, billboard raksasa, iklan di televisi dan berbagai media lain terus dilakukan untuk membangun Personal Branding yang baik di tengah masyarakat.
Untuk bisa berhasil membangun Personal Branding, selain yang saya sebutkan di atas (awareness, association, quality perception), masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan namun keterbatasan kolom ini tidak memungkinkan dapat dibahas tuntas.
Kabarnya Indonesia Marketing Association (IMA) sebagai salah organisasi independen yang secara intens mendiskusikan fenomena-fenomena pemasaran akan menggelar seminar sehari seputar Personal Branding di Kendari akhir bulan depan.
Dengan pemateri dari MarkPlus Jakarta dan IMA Pusat, Personal Branding akan diulas sedetail-detailnya. Karena satu hal, sesungguhnya dalam setiap aktivitas kita tertancap pencitraan demi pencitraan yang terus terakumulasi menjadi sebuah “brand“: baik atau buruk, peramah atau pemarah, pejuang atau pengecut, dan banyak lagi.
Tidak ada salahnya belajar pencitraan merek di produk-produk komersial agar bisa optimal membangun pencitraan diri kita di ranah publik.***
Senin, Juli 28, 2008
Langganan:
Postingan (Atom)