Minggu, Maret 04, 2012

Ketika Toyota Mengasah Jadda

Film Negeri 5 Menara serentak tayang di seluruh Indonesia pekan lalu. Film Indonesia yang diangkat dari novel dengan judul yang sama itu, melakukan pengambilan gambar selama 40 hari di 4 tempat (Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Danau Maninjau Sumatera Barat, Bandung, London). Film itu mengusung filosofi Islam berbunyi man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses.

Filosofi itu pada kenyataannya memang banyak digaungkan ke dalam jiwa santri-santri pondok di se-antero nusantara. Setiap anak santri di pondok mana pun di negeri ini mengerti betul makna di balik kalimat man jadda wajada. Harapannya, setiap santri kelak akan selalu berbuat yang terbaik dan fokus mencapai mahligai sukses setelah mengayuh roda jadda demi jadda di setiap dentang waktu.

Banyak pembelajaran diteteskan dari film ini yang dapat kita petik dan relevan dijalankan dalam keseharian. Pada skop lebih besar, jadda atau kesungguhan merupakan modal utama kita ketika berinteraksi dengan waktu. Semakin besar jadda yang kita investasikan, semakin cepat pula waktu itu menyajikan keberhasilan di hadapan kita.

Jika kemudian ditarik ke kasus-kasus pemasaran, kita pun menyaksikan deretan panjang perusahaan sukses yang berasal dari kristalisasi jadda selama puluhan tahun. Fase jadda merupakan fase kritis yang membutuhkan cucuran keringat, bauran pemikiran, juga tetesan air mata.

Di dalam jadda, lebih banyak duka yang menyambut dibandingkan suka yang tersaji. Penjualan menurun karena ulah distributor misalnya, itu salah satu mata rantai jadda yang menuntut vitamin jadda yang lebih banyak lagi agar perjuangan dapat membuahkan keberhasilan.

Semakin banyak pulau kecil jadda yang dilewati sebuah produk, akan semakin matang pula produk itu ketika bersanding di medan tempur. Hambatan-hambatan jadda di sepanjang perjalanan merupakan proses pembentukan jati diri produk dalam meraih mihrab suksesnya.

Banyak buku membahas Cara Cepat Jadi Kaya, Jalan Pintas Naik Pangkat, Manager Satu Menit, dll. Namun hal itu tidak dikenal di perjalanan karir sebuah produk. Produk mengalami fase-fase yang sangat kompleks sebagaimana manusia mengalami 4 runutan fase dari bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa.

Dalam produk dikenal istilah PLC (Product Life Cycle) yang menerangkan bahwa setiap produk mengalami pola hidup yang bersiklus. Sebagaimana film Negeri 5 Menara yang pengambilan gambarnya dilakukan di 4 tempat dan manusia mengalami 4 tahap kehidupan, maka produk pun memiliki 4 siklus, yaitu: Introduction (Perkenalan), Growing (Pertumbuhan), Maturity (Kedewasaan), dan Declining (Penurunan).

Tidak ada produk instant di dunia ini, yang begitu diluncurkan langsung laku keras. Itu hanya ada dalam mimpi!

Lalu, bagaimana dengan produk Anda? Saat ini berada di siklus mana?
Jika sudah berada di siklus Maturity, hal yang perlu segera dilakukan untuk “menunda” perjalanan ke siklus paling ganas (declining) adalah menciptakan varian produk. Dengan begitu, pasar menjadi tidak jenuh.

Contoh paling dekat kita cermati adalah strategi Toyota meluncurkan Avanza Veloz akhir tahun lalu sebagai upaya untuk tetap mempertahankan kepemimpinan Avanza di pasar MPV (Multi Purpose Vehicle). Dengan varian Veloz, pasar kembali tersaji menu masakan baru racikan Toyota sekaligus sebagai upaya “menunda” putaran PLC ke fase declining.

Strategi ini juga bagian dari perjuangan jadda sang pemimpin pasar. Ternyata, orang Jepang sekelas Toyota pun mengasah jadda-nya di pasar Indonesia.***