Mata mempelototi sejumlah orang penting yang baru saja selesai menyaksikan film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) di salah satu studio di Jakarta, bulan lalu. Sebagian besar mereka menyatakan puas bahkan ada pula yang terisak oleh alur cerita gubahan Habiburrahman El Shirazy itu.
Film KCB sudah tayang di sejumlah daerah sebulan terakhir ini. Bahkan akhir pekan lalu, Indosat selaku operator selular mengundang khusus pelanggan VIP dan pengguna Blackberry-nya untuk Nonton Bareng film KCB di salah satu bioskop di kota kita.
Film yang rencana dirilis di delapan negara (Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Australia, Mesir, Indonesia) itu diprediksi akan menyamai kepopuleran karya Habiburrahman sebelumnya, Ayat-ayat Cinta (AAC).
Baik film KCB ataupun AAC, keduanya mengambil strategi pemasaran yang sama. Sebelum diluncurkan ke publik, sejumlah pejabat dan pemuka agama diundang menghadiri Nonton Bareng. Usai menonton, raut wajah di-shoot dan komentar-komentar mereka dipublikasi lewat berbagai media.
Masyarakat lalu menjadi penasaran. Ada apa sebenarnya di film itu? Apa yang mendorong Wapres Jusuf Kalla, Ketua Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MUI Cholil Ridwan, dan Ustadz Jeffry Al Buchori meluangkan waktu dua jam penuh menonton film itu? Kenapa pula Ketua MUI Cholil Ridwan langsung meneteskan air mata usai menonton?
Komentar-komentar mereka lazim disebut testimoni. Testimoni, meski hanya sekadar komentar biasa tetapi cukup ampuh menjadi media pemasaran. Tak perlu ada iklan satu halaman di koran. Tak perlu ada blocking time satu jam di televisi. Tak perlu ada rentetan spanduk di jalan. Testimoni akan menerobos kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth) secara cepat.
Hermawan Kartajaya, presiden MarkPlus Inc. pernah mengatakan bahwa dalam kompetisi yang makin ketat, produk atau layanan yang kita buat tidak lagi cukup menjadi biasa-biasa saja. Jadikan ia tidak sekadar sebagai komoditi, tetapi lebih dari itu sebagai sebuah experience. Produk atau layanan kita sebaiknya mampu menyentuh hati, merangsang indera, dan menggerakkan spiritual.
Produsen film KCB yang mengambil lokasi shooting di Mesir selama 22 hari itu tampaknya mengerti arti sebuah testimoni. Lewat testimoni dan air mata, film itu berhasil menciptakan rasa penasaran publik. Dan sukses! Sang produsen tahu betul bahwa kita perlu menciptakan rasa penasaran. Karena di balik "penasaran" selalu ada "pemasaran".***
Saran via SMS: 0815 2400 4567
Dimuat di Harian Kendari Pos, 13 Juli 2009
Senin, Juli 13, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)