Senin, Juli 27, 2009

Opportunity yang Terserak

Sinetron Manohara baru saja tayang perdana pekan lalu di RCTI dengan menghadirkan Manohara Odelia Pinot selaku pemeran. Sinetron produksi SinemArt itu disiapkan tayang setiap malam secara berturut-turut.

Kekuatan magnetis Manohara yang menjadi sorotan media dua bulan terakhir menjadikan sang produser kepincut meski harus merogoh kocek cukup dalam untuk sebuah nilai kontrak. Kabar burung berhembus, nilai kontrak Manohara mencapai Rp 2,5 Milyar untuk 25 episode atau Rp 100 juta per episode. Wow! Andaikan saya Manohara…. 

Soundtrack lagu Maha Melihat oleh Opick dan Rachel Amanda menyempurnakan rasa haru jalannya cerita kehidupan di layar kaca itu. Namun di balik mulusnya proses pembuatan sinetron, juga terdengar isu kurang sedap seputar eksploitasi sosok Manohara demi segepok materi. Hmm….

Terlepas dari kontroversi itu, kasus ini sesungguhnya cukup bagus ditilik dari kaca mata pemasaran. Popularitas Manohara yang selalu menarik diulas di tengah kisruh rumah tangga itu, membuat sang produser tertantang menjadikan wanita 17 tahun itu “tetap mempesona” di atas wacana-wacana publik melalui pembuatan sinetron. Sang produser berhasil menangkap peluang di tengah hiruk pikuk kompetisi persinetronan.

Membaca peluang di balik peristiwa sesungguhnya sah-sah saja dalam kasus pemasaran. Ketika Idul Fitri tiba, sejumlah perusahaan memberi ucapan selamat melalui bentangan spanduk. Apakah ini eksploitasi agama? Ketika mantan presiden Soeharto meninggal, ratusan ucapan belasungkawa bertengger di rumah duka. Apakah ini eksploitasi kedukaan? Ketika menjelang HUT Proklamasi, ribuan bendera dijajakan di pinggir jalan. Apakah ini eksploitasi nilai kemerdekaan?

Momentum kegembiraan Idul Fitri dijaga agar “tetap terasa” melalui bentangan spanduk. Kesedihan mendalam dijaga agar “tetap terkenang” melalui papan belasungkawa. Gegap gempita kemerdekaan dijaga agar “tetap terpatri” di sanubari melalui semarak bendera merah putih.

Persis kasus Manohara. Persoalannya bukan mengeksploitasi kisruh rumah tangga sang pemeran melalui pembuatan sinetron. Menurut saya, hal ini lebih pada kejelian membaca peluang di balik momentum. Perlu diingat bahwa peristiwa selalu menyajikan dua hal: Thread (ancaman) dan Oppurtunity (peluang). Thread lazimnya menjadi tugas pihak berwajib. Sementara tugas pemasar adalah membaca Opportunity yang terserak di balik peristiwa.

Opportunity memang tidak pernah datang dalam bentuk nyata. Dia selalu bersembunyi di balik peristiwa. Tugas pemasar-lah yang menarik keluar Opportunity yang tampak samar itu menjadi nyata.***

Saran SMS: 0815 2400 4567 atau Blog: http://hilmineng.blogspot.com
Dimuat di Harian Kendari Pos, 28 Juli 2009