Fenomena menarik kita temukan di kota-kota besar, khususnya di ibukota provinsi. Toko-toko swalayan berjejeran di jalan-jalan utama, dari ujung utara hingga ujung selatan.
Dua pemain besar yang sangat aktif melakukan ekspansi adalah Alfamart dan Indomaret. Ibarat gula dan semut, kedua pemain ini pun saling intip. Di mana ada Alfamart, di situ ada Indomaret. Begitupun sebaliknya.
Program diskon juga dibuat jor-joran. Dinamika pasar di produk FMCG (Fast Moving Consumer Goods) seperti sabun, susu, gula, dll pada kedua toko swalayan tersebut tampak sangat blak-blakan.
Bagai berbalas pantun, keduanya sangat PeDe menunjukkan kepiawaian mereka menghunjam masuk ke pasar-pasar modern bahkan juga dengan sukses merapat ke pasar tradisional.
Sebagian berpendapat bahwa dengan masuknya Alfamart dan Indomaret ke suatu daerah akan mematikan usaha-usaha kecil yang telah berdiri puluhan tahun. Hal ini disebabkan oleh persaingan harga yang tidak mampu disandingkan dengan pedagang-pedagang kecil di daerah.
Perlu diketahui bahwa tidak selamanya persaingan harga menjadi senjata utama yang mematikan. Lihat saja Singapore Airlines masih kuat bertahan (bahkan masih terus diminati) meski tarifnya selangit dibandingkan AirAsia. Begitu pun antara Garuda dengan Lion Air, kereta eksekutif dengan ekonomi, dan moda transportasi lainnya.
Kejadian yang sama terlihat juga dengan nyata di merek Aqua, Dji Sam Soe, Levis, McD, Philips, dll. Meski harga produk merek-merek tersebut menjulang dibanding kompetitornya namun tetap saja dicari. Ini menunjukkan bahwa harga bukanlah satu-satunya pendorong konsumen untuk membeli dan bukan pula satu-satunya peluru mematikan dalam berkompetisi.
Khusus Alfamart dan Indomaret, mereka menerapkan Strategi Jalur Pulang yang selama ini tidak dilirik toko-toko kelontong tradisional. Kedua swalayan tersebut ternyata tidak sembarang menentukan lokasi ekspansi toko barunya. Mereka lebih awal melakukan survei dengan perkiraan BEP (Break Even Point / Balik Modal) paling lama tiga setengah tahun.
Untuk mewujudkan itu, syarat utama penentuan lokasi adalah Jalur Pulang. Ya, jalur pulang dari kantor ke rumah. Mereka fokus ke Jalur Pulang, bukan Jalur Pergi.
Di zaman serba mobile saat ini, strategisnya sebuah lokasi bukan lagi ditentukan dengan area lampu merah, dekat persimpangan, berhadapan pasar, dan lainnya. Kini ditemukan titik strategis baru yang lebih presisi yaitu Jalur Pulang.
Ketika suami siap-siap tinggalkan kantor, kebiasaan istri menelepon sang suami untuk dibelikan beras, gula, atau apapun itu yang kebetulan persiapan di rumah sedang habis.
Di tengah perjalanan kembali ke rumah, anak-anak di rumah sesekali menghubungi ponsel ayahnya untuk singgah dibelikan buku gambar, pinsil warna, atau mungkin ayam goreng. Tentu saja, permintaan istri pada suami dan permohonan anak pada ayahnya akan dipenuhi dalam perjalanan pulang. Maka wajarlah jika Alfamart dan Indomaret melirik Jalur Pulang sebagai lokasi strategis baru untuk membuka toko.
Kita pun bisa melakukan itu.
Meski sedikit terlambat namun akan sangat membantu menyuburkan pundi-pundi ketika kita berhasil membaca Jalur Pulang para pekerja ke rumahnya.
Kelihatan sederhana tapi pasti.
Di pagi hari, ketika pekerja menuju kantor selalu disertai semangat untuk bekerja. Namun di sore hari, ketika pekerja kembali ke rumah selalu disertai semangat membahagiakan keluarga. Apapun yang diminta istri dan anak-anak selalu diupayakan untuk dipenuhi.
Dan, proses pemenuhan kebutuhan istri dan anak-anak terjadi di Jalur Pulang; sebuah titik strategis baru yang masih potensial dikembangkan dan sangat mudah ditemukan.
Saatnya kini kita telusuri Jalur Pulang. Saatnya pula kita memburu rezeki di Jalur pulang.***
Dimuat di Kendari Pos (Jawa Pos Group), 13 Februari 2012
Senin, Februari 13, 2012
Langganan:
Postingan (Atom)