Minggu, Agustus 03, 2008

Jimbaran in Context

Bagai sebuah tradisi! Rasanya tidak afdhol berkunjung ke Bali jika tidak mampir bersantap malam di Jimbaran. Pantai itu, dulunya sebuah kampung nelayan dengan warung-warung seafood sederhana. Karena menu yang disajikan terasa pas di lidah, lalu makin ramailah wisatawan berkunjung ke pantai itu. Selanjutnya nama Jimbaran terus dikenal se-antero nusantara.

Pekan lalu, saya juga menyempatkan diri mencicipi seafood di Jimbaran. Menunya tidak jauh beda dengan restoran seafood kebanyakan. Namun nuansa khas Jimbaran yang walaupun dikunjungi berkali-kali, selalu saja sulit terlupakan.

Terkenalnya Jimbaran Bali itu sesungguhnya bukan semata karena merek. Hal ini dibuktikan bahwa meski merek Jimbaran banyak digunakan di sejumlah rumah makan di kota lain: Semarang, Jogja, Medan, Ancol, Sidoarjo, Magelang, Kendari, dan lainnya namun “cita rasa“ di kota-kota itu tetap saja beda dibandingkan Jimbaran sebenarnya.

Jimbaran, bagai magnet yang terus menarik arus deras wisatawan. Cita rasa Jimbaran yang sulit terlupakan itu perlu dilihat dari sisi “content“ (what to offer) dan “context“ (how to offer). Selain menu makanan yang dapat dinikmati (content), ada pula nuansa alami (context) yang mendukung suasana makan malam.

Saat resep makanan bisa ditiru, maka menjadilah “content“ ala Jimbaran. Namun bersenandungnya iringan lagu di sela-sela butiran pasir pantai dan rantak hentak gemuruh ombak menjadikan Jimbaran sebuah “context“.

Di sisi lain, suatu kesan selalu teringat biasanya karena “context“, bukan karena “content“. Lihatlah bagaimana terkesannya konsumen Starbuck (dengan aroma kopi di counter), BreadTalk (dengan proses pembuatan roti yang terlihat melalui kaca transparan), suasana hotel (dengan senyum ramah petugas dari buka pintu masuk, pintu lift hingga pintu kamar), motor Harley Davidson (dengan ke-macho-an saat mengendarainya), dan banyak lagi.

Saat yang lain bermain di ladang “content“, bolehlah dicoba lirik lahan “context“. Pilihan yang satu ini lebih sulit di-copy-paste dan lebih sulit dilupakan konsumen. Jimbaran, salah satu contohnya.

Meski terdapat merek yang sama di banyak kota, tetap saja restoran panjang di Pantai Jimbaran Bali itu, ramai dikunjungi untuk sekadar bersantap malam: karena “content“ (menu seafood) dan “context“ (hentak rantak gemuruh ombak) menyatu, utuh, dan tersaji sempurna di hidangan malam.***

Dimuat di Kendari Pos, 4 Agustus 2008