Selasa, April 03, 2012

Berawal dari Persepsi

Sejumlah daerah sedang giat mempersiapkan prosesi Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Terjadi hampir merata di seluruh belahan nusantara bahkan pada skop yang lebih besar, persiapan yang sama sudah mulai terlihat untuk Pilpres (Pemilihan Presiden).

Berbagai slogan mulai diperdengarkan dari tim sukses. Peta kekuatan juga sudah digambar jelas untuk tujuan memenangkan jagoan. Ide-ide kreatif pun muncul dan menjamur.

Persis ajang Panasonic Gobel Award (PGA) yang telah dilaksanakan pekan lalu, 27 Maret 2012 di The Djakarta Theatre. Ajang tahunan yang sudah memasuki tahun ke-15 dan diperuntukkan bagi insan pertelevisian itu merupakan cara terbaik menemukan suara akar rumput kualitas acara dan kualitas presenter yang diidolakan pemirsa. Terlepas bahwa pilihan pemirsa itu betul-betul berkualitas, setidaknya itulah hasil ”kesepakatan” yang sudah ditabulasi.

Pilkada, Pilpres, ataupun PGA nyaris sama dengan penjaringan merek di pasar. Sejumlah produk bersaing di etalase toko dengan jargon-jargon menarik agar dipilih konsumen. Diskon besar, cuci gudang, hadiah langsung, harga khusus, dan lainnya menjadi senjata pamungkas yang kerap ditodongkan sang produsen.

Satu hal yang membelalakkan mata dari fakta di lapangan bahwa kebanyakan konsumen memilih produk dari etalase, lebih karena ”persepsi” daripada ”kualitas riil”. Ketika ditanya alasan membeli AC Sharp dan bukan merek China misalnya, kebanyakan konsumen akan menjawab sesuai persepsi masing-masing. Konsumen tidak mempunyai waktu yang cukup meneliti perangkat AC dan membanding-bandingkannya antara satu dengan yang lain. Konsumen melakukan pembelian karena didorong oleh persepsi, seperti: kata tetangga, suaranya tidak bising; kata teman, layanan purna jualnya lebih mudah; kata brosur, lebih hemat listrik; dan seterusnya.

Terlepas dari benar tidaknya persepsi yang terbentuk, itulah yang terdengar di kerumunan pasar. Bisa jadi, AC merek China lebih tidak bising, lebih mudah purna jualnya, dan lebih hemat listrik namun karena belum menjadi ”persepsi umum” sehingga pada kenyataannya belum mampu mengalahkan Sharp.

Persepsi yang terbangun di masyarakat pada titik tertentu tersulap menjadi fakta. Konsumen sudah sangat yakin dengan apa kata tetangga dan apa kata iklan. Pada beberapa kesempatan, iklan bahkan sudah berhasil memerintahkan otak untuk membungkus persepsi-persepsi liar menjadi seakan-akan sebagai fakta riil! Misalnya: kalau beli Aqua, airnya pasti jernih; kalau pakai Pepsodent, gigi pasti putih; kalau naik Lion, pasti hemat...

Yeah... Sebuah bukti kedigdayaan iklan yang mendentum hebat.... padahal jika Anda tahu, semua itu berawal dari potongan iklan.... Sekali lagi, dari potongan iklan! Selanjutnya mengkristal menjadi persepsi. Karena masuk ke ranah umum dan berhasil hinggap menjadi persepsi umum, lalu mewujudlah di benak konsumen seakan-akan itu fakta!

Kenyataan di lapangan, tidak selalu tarif Lion itu murah. Namun karena maskapai murah sudah di-generate oleh Lion sehingga ketika penumpang mencari tiket murah akan langsung terasosiasikan ke maskapai besutan Rusdi Kirana itu.

Begitupun tim sukses Pilkada, Pilpres, juga tim pemasar bahwa yang terpenting bagi kita adalah menebarkan energi-energi positif melalui iklan dan testimoni. Tugas kita sesungguhnya hanyalah mengawal jagoan ke panggung persepsi. That's it!

Ingat selalu bahwa semua berawal dari potongan iklan dan semua berawal dari anak tangga persepsi. Yakinlah, jika kita mampu mengerek jagoan kita hingga mewujud menjadi persepsi umum maka otak pemilih/konsumen akan auto pilot menganggap persepsi yang menari-nari di atas panggung adalah fakta riil.

Memenangi persepsi konsumen adalah bagian terbesar dari sebuah kemenangan nyata! Saatnya fokus memenangkan persepsi....***


Dimuat di Harian Kendari Pos (Jawa Pos Group), 2 April 2012