Terus berbenah! Sepotong kata itu lebih tepat disandingkan pada Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Daerah pemerintahan yang usianya belum menginjak lima tahun itu, di awal Desember ini menggelar gawean berskala internasional, mulai pameran hingga seminar.
Daerah baru dibawah kemudi Hugua ini, tidak henti-hentinya memperkenalkan diri ke pasar dunia, mengusung konsep pariwisata. Bermodalkan terumbu karang cantik di dasar laut, daerah itu berani tampil dengan positioning ”Surga Nyata Bawah Laut”.
Untuk berkunjung ke daerah itu, memang membutuhkan ”perjuangan dan doa”. Saya sendiri berkunjung ke daerah itu tujuh bulan lalu dengan pengalaman tak terlupakan. Perjalanan yang seharusnya ditempuh hanya lima jam dengan speedboat dinas Bupati Wakatobi yang dipinjamkan, namun karena gelombang laut yang tak dapat dihalau, perjalanan menghabiskan waktu hingga dua puluh lima jam. Itu pun, sudah dilengkapi proses ”terdampar” semalam di pulau kecil, Ereke.
Dengan pengorbanan waktu yang tidak sedikit untuk berkunjung ke daerah itu, Wakatobi tidak pernah putus harapan. Terbukti, kalangan pejabat hingga artis sudah menginjakkan kaki dan menikmati keindahan alam bawah laut Wakatobi. Bahkan tanpa pikir panjang, Wakatobi juga menjadikan Nadine Chandrawinata sebagai endorser-nya.
Dalam memperkenalkan dunia wisata, perlu diingat bahwa sesungguhnya kita sedang ”menjual” keindahan alam ke mata dunia. Alam itu benda mati, tak dapat berbicara, dan tak dapat merespon. Yang membuatnya hidup adalah manusia di sekitarnya. Makanya, kondisi seperti ini lazim disebut menjual jasa.
Hal yang sama terjadi di penerbangan, perbankan, perhotelan, telekomunikasi, dan lainnya. Penerbangan menjual tiket dan menerbangkan manusia dari satu bandara ke bandara lain. Mulai tiket, bandara, kursi pesawat, ruang kedatangan, hingga bagasi, semuanya benda mati. Yang membuatnya ”hidup” adalah manusia di belakang benda-benda itu.
Ikan dan terumbu karang memang cantik sebagaimana bandara dan pesawat selalu tampak canggih. Namun kecantikan dan kecanggihan tidaklah cukup tanpa polesan people contact (senyum, ramah tamah, helpful, basa-basi, dan sederet lainnya).
Di sinilah sesungguhnya benang merah jualan jasa. Apapun yang kita jual, kunci keberhasilan ada pada manusianya. Wakatobi, Toraja, Manado, Lombok, Jogja, Bali dan daerah lain yang mengusung konsep pariwisata sebagai dagangan utamanya perlu menyadari ini. Bahwa keindahan alam yang benda mati itu akan menjadi hidup jika didukung people contact yang baik.***
Minggu, November 30, 2008
Langganan:
Postingan (Atom)