Minggu, Mei 24, 2009

Koalisi, Perlukah Kita?

Drama koalisi sedang berlangsung di panggung raksasa negeri ini. Lebih 220 juta penonton memadati stadion Nusantara yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Drama dilakonkan oleh orang-orang hebat negeri ini dengan mengusung judul-judul menarik: SBY Berbudi, JK Win, dan Mega Pro.

Untuk bisa memikat hati penonton, ketiga pelaku sedang merancang sebuah magnet besar agar siapapun penontonnya langsung ketarik di arus magnet itu. Konsep pembangunan, keamanan, ekonomi kerakyatan, dan peduli wong cilik sedang berderet di skenario sang pelakon.

Untuk memperkuat tarikan magnet itu, mereka pun melakukan koalisi agar kekuatan yang tadinya bercerai berai menjadi satu. Dalam kasus-kasus pemasaran, hal seperti ini sudah sering terjadi, baik untuk penggabungan perusahaan ataupun produk.

Masih hangat di ingatan kita drama koalisi Bank Exim, Bank Bumi Daya, dan Bank Dagang Negara menjadi Bank Mandiri. Juga drama koalisi Telkomsel ke Telkom Group dan Satelindo ke Indosat Group.

Di industri media juga terjadi. Tribun Timur, Tribun Kaltim, Tribun Manado, dan lainnya menggandeng ke Kompas Group. Sementara Kendari Pos, Fajar, Cendrawasih Post, dan lainnya menggamit ke Jawa Pos Group. Di media audio visual, ada Trans 7 dan Trans TV menyatu ke Trans Corporation sementara RCTI, TPI, Global makin kuat di genggaman MNC Group.

Di level produk, ada Sony dan Ericsson yang mengkoalisikan produknya menjadi ponsel Sony Ericsson. Penyatuan kekuatan lazim disebut koalisi, merger, kongsi, ataupun penyertaan saham.

Salah satu pertimbangan dilakukannya koalisi karena tantangan pasar yang makin berat. Jika maju sendirian, dikhawatirkan akan hanyut di pusaran. Dengan menyatukan langkah menghadapi tantangan, maka kekhawatiran untuk kalah bersaing makin kecil.

Hanya saja, perlu diperhatikan budaya kerja dan nilai-nilai yang selama ini berjalan di tiap perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembentukan budaya baru yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan. Jika itu produk, maka diperlukan benang merah pembentukan persepsi baru sebagaimana Sony Ericsson pernah melakukannya.

Tak terkecuali pasangan Capres-Cawapres. Mereka membutuhkan persepsi baru agar koalisi yang dibentuknya menjadi lebih optimal. Ibarat produk, pelakon drama negeri ini butuh kemasan baru, label baru, segme baru, hingga STP (Strategy, Targetting, Positioning) yang juga baru.***


Saran SMS: 0815 2400 4567 atau Blog: http://hilmineng.blogspot.com
Dimuat di Harian Kendari Pos, 25 Mei 2009