Setengah perjalanan Ramadhan alhamdulillah dilalui dengan baik. Sekarang kita berada di titik tengah di mana setengah perjalanan berikutnya menuju hari fitri, hari kemenangan ummat Islam seluruh dunia.
Intensitas belanja konsumen mulai terlihat. Dari sekadar mempersiapkan bahan kue, pakaian baru, handphone baru, hingga mobil baru. Rasanya tidak ada ruang aktivitas ekonomi yang tidak luput dari serbuan ini.
Di tengah padatnya transaksi jual beli, terdengar pula sejumlah merek yang terus eksis agar kocek calon pembeli dapat “tergoda“. Sebut saja merek Dannis (baju koko anak-anak), sarung Atlas dan Wadimor (perlengkapan shalat), songkok Manis (kopiah), Carvil (sandal), Levi’s (jins), Polo (kaos berkerah), dan banyak lagi.
Dalam kesibukan berbelanja, konsumen masih saja terus mencari merek-merek ternama. Meski harga lebih mahal dibanding merek biasa, namun itu bukan masalah. Merek, seakan telah menjelma menjadi jati diri pemakainya.
Sesungguhnya, ada apa dengan merek? Bukankah hanya sebuah nama?
Jika kembali ke dunia permerekan, sebuah merek sebenarnya hanyalah pembeda dari produk sejenis. Agar dapat membedakan deretan baju yang diproduksi beberapa produsen, maka dibuatlah merek A, merek B, dst. Setelah dicermati lebih lanjut, ternyata konsumen tidak hanya butuh sekadar pembeda tetapi lebih dari itu, hingga ke tataran identitas diri.
Saat ini, merek sudah dapat diartikan makin luas. Ia adalah citra, pengalaman, objek, juga simbol. Sebagai citra (image), dapat dilihat pada Montblanck (pena), Harley Davidson (motor besar), Gudang Garam (rokok pemberani), dan banyak lagi.
Sebagai pengalaman (experience), dapat dilihat pada Sturbuck (kedai kopi), Roti J.Co (kedai roti), Plaza Indonesia (mal belanja), JW Marriott (hotel berbintang), dan seterusnya.
Sebagai objek (object), dapat dilihat pada Aqua (air minum kemasan), Cosmopolitan (majalah wanita modern), dan lainnya.
Sebagai simbol (symbol), dapat dilihat pada Nokia (handphone), Philips (lampu), Karcell (kalkulator), dan sebagainya.
Dimensi-dimensi tersebutlah kemudian menjadi alasan konsumen untuk selalu memilah dan memilih merek. Karena konsumen punya karakter berbeda, mereka juga punya cara pandang berbeda terhadap merek.
Jelang hari fitri, merek-merek sebangsa Dannis, sarung Atlas, songkok Manis, sandal Carvil, Jins Levi’s, Kaos Polo adalah sebagian dari sederet panjang merek yang mengemuka. Merek tersebut dipilih konsumen, mungkin saja karena alasan pencitraan (image) atau salah satu dari tiga lagi alasan lainnya.***
Dimuat di Kendari Pos, 16 September 2008
Rabu, September 17, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar