Tukul Arwana selalu mempopulerkan ”Don’t judge the book by its cover (jangan menilai kualitas buku dari cover-nya)” memang tidak terbantahkan. Kecantikan seorang wanita tidak hanya perlu dilihat dari raut wajah tetapi juga dari perilaku.
Secara umum, apa yang digaungkan Tukul itu benar. Dari kacamata konsumen, peribahasa itu perlu selalu dipegang agar produk yang dibelinya tidak mengecewakan. Spesifikasi di brosur seharusnya selalu sama dengan barangnya.
Pengalaman menunjukkan bahwa selama ini produsen cenderung berada di satu anak tangga yang lebih tinggi dibanding konsumen. Produsen men-drive pikiran konsumen sehingga terbujuk rayu membeli produknya.
Itulah misi yang selalu diemban setiap agency periklanan ketika mendapat order iklan dari mitranya. Ketika Kentucky Fried Chicken (KFC) meminta dibuatkan iklan ayam goreng misalnya, maka agency langsung merumuskan keinginan KFC sedetail mungkin agar konsumen yang nantinya melihat iklan tersebut langsung tergoda mencicipi ayam goreng KFC.
Supaya kesan renyah langsung ditangkap konsumen, ditampilkanlah gambar potongan ayam goreng yang crunchy alias garing. Dengan trik ini, produsen berusaha masuk ke alam bawah sadar pikiran konsumen hingga tiba di titik kesimpulan: renyah!
Terlepas bahwa ayam itu memang benar-benar renyah dan garing, setidaknya produsen sudah berhasil masuk ke pikiran konsumen hingga tiba di titik kesimpulan. Bukan sesuatu yang mudah untuk menggiring sebuah kata ke benak konsumen. Karena itu, sang produsen menggandeng pihak ketiga demi menghadirkan ”cover buku yang baik” di depan mata konsumen.
Persoalan ”cover buku” seperti ini berlaku di semua industri. Konsultan dan penulis property dunia sekalipun, sebangsa Dolf De Roos, ternyata juga menerapkan hal yang sama. Menurutnya, untuk meningkatkan harga jual sebuah rumah, Anda cukup melakukan satu langkah sederhana: cat pagarnya!
Beliau mempunyai 101 cara meningkatkan nilai jual rumah. Beberapa di antaranya: rapikan rumput, ganti pintu utama, bersihkan atap rumah, cat ulang rumah, pasang carport, buat sekat jalan untuk mobil, pasang lampu depan pintu, ganti saklar-saklar lampu, pasang teralis, ganti handle pintu, dan seterusnya.
Kita tidak perlu melakukan banyak hal untuk menghasilkan lebih banyak uang, kata De Roos. Mungkin biaya yang dibutuhkan hanya Rp 10 juta namun nilai jual bisa terkerek hingga 5 kali lipat dari biaya itu. Hmm....
Perlu diketahui bahwa produsen selalu bermain di area depan sebagaimana buku dengan cover-nya dan rumah dengan pagar-nya. Sementara konsumen, sebenarnya lebih butuh isi buku dibanding cover dan lebih butuh isi rumah dari sekadar pagar. Meski demikian, alam pikiran konsumen selama ini selalu mengikut sesuai arahan produsen (berkat hasil kreasi agency tadi) sehingga sampai dunia kiamat sekalipun, konsumen masih akan selalu men-judge sesuatu by its cover.
Untuk itu, ingat selalu untuk memulai dari pagar. Konsumen hanya melihat pagar, rumput, atap, dan tampilan luar. Bukan isinya.***
Dimuat 6 Februari 2012 di Kendari Pos (Jawa Pos Group)
Selasa, Februari 07, 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar