Selasa, Februari 07, 2012

Sense of Crisis

Banyak cara mengawali Tahun Baru. Mulai dari hiruk pikuk, study tour, hingga workshop serius. Lazimnya, tahun baru diawali dengan semangat baru dan target-target baru.

Sayangnya, semangat yang rrruaar biasa itu belum disertai dengan arahan yang rinci sehingga yang ada hanya mimpi-mimpi indah dan terus berulang setiap pergantian tahun. Harapan tinggal harapan, mimpi tinggal mimpi.

Cara yang paling sederhana yang dapat dilakukan adalah memilah milih titik krusial yang perlu segera ditingkatkan. Penetrasi pasar yang seharusnya tumbuh di sebuah cluster tetapi tidak berubah, misalnya, bisa menjadi salah satu titik fokus.

Bagi perusahaan yang sudah mapan, jika dirasa tidak ada yang krusial sekalipun, juga dianjurkan menciptakan sense yang sama. Hal yang tidak urgent bisa dibuat urgent agar dalam diri kita terlahir Sense of Crisis.

Dalam keseharian dikenal istilah Urgent (mendesak) dan Important (penting). Ada yang mendesak tapi tidak penting, ada yang penting tapi tidak mendesak, ada pula yang penting dan mendesak.

Mengambil jemuran ketika hujan saat santap siang bukan hal penting tetapi itu mendesak. Jika tidak segera berlari mengambil jemuran, pakaian-pakaian akan basah diguyur hujan.

Membuat program kerja itu 'penting' sehingga selalu menjadi agenda tahunan. Namun selama penjabaran di lapangan tidak dibuat 'mendesak' maka sepanjang tahun tidak akan tercipta Sense of Crisis.

Saya teringat dengan Jack Welch ketika baru saja diangkat menjadi CEO GE (General Electric) sekitar tahun 1980-an. Meski ketika itu GE menjadi salah satu dari 20 perusahaan terbaik dunia tetapi Jack Welch mengatakan kepada seluruh karyawannya bahwa GE sedang dalam bahaya. Sejumlah karyawan mempertanyakan statement tersebut namun Jack Welch tetap saja meyakinkan mereka untuk segera berubah.

Dalam suasana nyaman sekalipun (karena sudah berada di deretan perusahaan terbaik dunia), GE masih saja memproklamirkan diri ke internal mereka jika sedang dalam bahaya agar karyawan dapat keluar dengan segera dari comfort zone. Mereka menciptakan urgensi (suasana mendesak) untuk memicu adrenalin agar berbuat lebih baik lagi.

Banyak korban yang jatuh, bukan karena menabrak batu besar tetapi karena tergelincir kerikil-kerikil kecil. Comfort zone kadang-kadang membuat kita lengah dan 'buta' terhadap kondisi sekitar sehingga tanpa disadari jika tetangga sedang mempersiapkan serangan-serangan jitu.

Tragedi Black September menara WTC di Amerika 10 tahun lalu, menjadi sebuah bukti kelengahan Amerika di tengah comfort zone. Negara sekuat dan seadidaya Amerika sekalipun, ternyata juga terkilir di tengah kenyamanannya.

Di tahun naga 2012 ini, saatnya kita mencoba keluar dari comfort zone agar tidak ikut tergelincir. Salah satu caranya, dengan memposisikan produk kita dalam zona bahaya sehingga kita menjadi lebih awas terhadap kondisi di sekeliling.

Mari, mengawali aktivitas di tahun baru ini dengan Sense of Crisis yang tinggi. Hanya dengan itu, potensi produk kita akan teruji dan aliran deras adrenalin tenaga pemasar akan terpicu lebih kencang.***

Dimuat di Kendari Pos (Jawa Pos Group), 10 Januari 2012

Tidak ada komentar: