Minggu, Juni 22, 2008

PERLEBAR JALAN MASUK

BBM Naik. Berita itu tiba-tiba menghantam pundi-pundi negeri ini. Bahan bakar bensin yang dominan digunakan, terkerek naik hingga 33,3% dari sebelumnya hanya Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liternya.

Sudah menjadi hukum alam. Ketika BBM naik, pasti berefek domino pada kenaikan biaya-biaya: biaya sekolah naik, harga obat menjulang, harga susu terdongkrak, juga harga sayur ikut melambung. Repotnya lagi, kenaikan biaya-biaya tidak berbanding lurus dengan kenaikan penghasilan.

Lalu menjadilah konsumen menahan diri dalam berbelanja. Mall, pasar tradisional, SPBU, juga warung-warung makan menjadi tidak seramai biasanya. Terasa seakan ada tembok tebal yang menghalangi konsumen masuk ke dunia transaksi.

Dalam kasus pemasaran, kondisi ini lazim dikenal dengan Entry Barrier (rintangan masuk). Kenaikan BBM menjadi pelaku utama yang menebalkan Entry Barrier. Konsumen tiba-tiba berpikir beli susu, beli buku, beli pulsa, dan kebutuhan-kebutuhan sekunder lainnya. Jika masih bisa minum teh, lupakan sementara susu bubuk. Begitu pula yang lain.

Kondisi ini kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi tim pemasar untuk kembali melakukan re-mapping (pemetaan ulang) dari berbagai sisi: harga, distribusi, hingga paket promosi.

Dalam waktu beberapa hari mendatang, kita akan menyaksikan sikap pemasar yang “back to nature” dengan mengusung tema efisiensi. Akan terdengarlah iklan balon lampu hemat listrik, promosi sabun cuci yang hanya segenggam mampu membersihkan sekeranjang pakaian, advetorial mobil irit bensin yang menampilkan perbandingan konsumsi bensin dengan jarak ditempuh.

Meski BBM naik, roda perusahaan harus tetap berputar. Seiring biaya operasional yang terus membengkak dan menggelindingnya tuntutan kenaikan gaji, maka pemasar perlu merobohkan Entry Barrier yang terbentuk alami sesegera mungkin.

Salah satu trik yang dapat dilakukan adalah memperlebar jalan masuk agar konsumen tetap bisa tergoda. Bukan lagi zamannya menggiring emotional benefit (gaya hidup, trend, kebanggan merek) tetapi yang lebih tepat diusung saat ini adalah functional benefit (efisiensi) secara menyeluruh: mulai kemasan hingga bahasa iklan.

Hemat dan efisien, seketika akan menjadi bahasa keramat yang akan diagung-agungkan selama masa shock kenaikan BBM beberapa pekan mendatang. Setidaknya, dua kata ini akan menjadi magnet yang diharapkan memperlebar jalan masuk konsumen sehingga mereka seakan-akan merasa tidak ada kenaikan harga, karena yang dilihat kemudian adalah fungsinya. Bukan yang lain!***

Tidak ada komentar: